Rabu, 14 Oktober 2015

APAKAH FILSAFAT?


Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamankan sebagai seorang yang berpijak di bumi dan menengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seseorang, yang berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendrii. Dia ingin melihat hakekat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral dan kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.
Sering kita menemukan ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir memandang rendah ahli ilmu sosial. Lulusan jurusan IPA merasa lebih tinggi daripada lulusan jurusan IPS. Atau lebih sedih lagi, seorang ilmuwan meremehkan pengetahuan lain. Mereka meremehkan moral, agama dan estetika. Mereka, para ahli yang berada di bawah tempurung disiplin keilmuannya masing-masing, sebaiknya menengadah ke bintang-bintang dan tercengang: Lho, kok masih ada langit yang lain di luar tempurung kita?! Dan kita pun lalu berang akan kebodohan kita. Tujuan berpikir secara kefilsafatan memang memancing keberangan tersebut, namun bukan berang kepada orang lain, melainkan berang terhadap diri sendiri dan bertentangan rasa terhadap orang lain. Yang saya ketahui simpul Socrates, ialah bahwa saya tidak tahu apa-apa.
Kerendahan hati Socrates ini bukan verbalisme yang sekedar basa-basi. Seorang yang berpikir filsafati selain menengadah ke bintang-bintang juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. Inilah ciri berpikir filsafat yang kedua, yakni sifat mendasar. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Apakah kriterianya? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu "benar" itu sendri apa artinya? Seperti sebuah lingkaran, maka pertanyaan itu melingkar. Dan menyusuri sebuah lingkaran, kita harus mulai dari suatu titik, yang merupakan titik awal dan sekaligus titik akhir. Lalu bagaimana menentukan titik awal yang benar?
"Ah, Horatio," desis Hamlet, "masih banyak lagi di langit dan di bumi, selain yang terjaring dalam filsafatmu" memang demikian, secara terus terang tidak mungkin kita menangguk pengetahuan secara keseluruhan dan bahkan kita tidak yakin akan titik awal menjadi jangkar pemikiran yang mendasar. Dalam hal ini kita hanya berspekulasi, dan inilah yang merupakan ciri filsafat yang ketiga, yakni sifat spekulatif.
Kita mulai mengernyitkan kening dan timbul kecurigaan terhadap filsafat: bukankah spekulasi ini suatu dasar yang tidak bisa diandalkan? Dan seorang filsuf akan menjawab: "Memang, namun hal ini tidak bisa dihindarkan". Menyusuri sebuah lingkungan kita harus mulai dari sebuah titik, bagaimanapun juga spekulatifnya. Yang penting adalah bahwa dalam prosesnya, baik dalam analisis maupun pembuktiannya, kita bisa memisahkan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak. Dan tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan. Apakah yang disebut logis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut sahih? Apakah alam ini teratur atau kacau? Apakah hidup ini ada tujuannya atau absurd? Apakah hukum yang mengatur alam dan segenap kehidupan?
Sekarang kita sadar bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai dengan spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Tanpa menetapkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Tanpa menetapkan kriteria tentang apa yang disebut benar maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang di atas dasar kebenaran. Tanpa menetapkan apa yang disebut baik atau buruk, tidak mungkin kita berbicara tentang moral. Demikian juga tanpa wawasan tentang apa yang disebut indah atau jelek, tidak mungkin kita berbicara tentang kesenian.
Filsafat, meminjam pikiran Will Darunt, dapat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infantri ini adalah berbagai pengetahuan yang di antaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan maka filsafatpun pergi. Dia kembali menjelajah laut lepas, berspekulasi dan meneratas.
Seorang yang skeptis akan berkata: " Sudah lebih dari dua ribu tahun orang berfilsafat namun selangkah pun dia tidak maju". Sepintas lalu kelihatannya memang demikian, dan kesalahpahaman ini dapat segera dihilangkan, sekiranya kita sadar bahwa filsafat adalah marinir yang merupakan pioner, bukan pengetahuan yang bersifat memerinci.
Filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada pengetahuan-pengetahuan lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, ditilik dari pengembangannya bermula sebagai filsafat. Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisikanya sebagai Philosaphiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi menulis buku The Wealth on Nations (1776) dalam fungsinya sebagai Profesor of Moral Philosophy di University of Glasgow. Namun asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy).
Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu terdapat taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang penjelajahan filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Di sini orang tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan, melainkan mengkaitkannya dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian berkembang menjadi ilmu sosial ekonomi. Walaupun demikian, dalam taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan diri pada norma-norma filsafat.
Umpamanya ekonomi masih merupakan penerapan etika (applied ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif berdasarkan asas-asas moral yang filsafati. Pada tahap selanjutnya ilmu menyatakan dirinya otonom dari konsep-konsep filsafat dan bertumpu sepenuhnya pada hakekat alam sebagaimana adanya. Pada tahap peralihan ilmu masih mendasarkan diri pada norma yang seharusnya, sedangkan dalam tahap terakhir ini, ilmu didasarkan pada penemuan ilmiah saja adanya. Dalam menyusun pengetahuan tentang alam dan isinya ini maka manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif, melainkan kombinasi antara deduktif dan induktif dengan jembatan yang berupa pengajuan hipotesis dan dikenal sebagai metode deducto-hypotetico- verifikatif. "Tiap ilmu dimulai dengan filsafat dan berakhir sebagai seni" ujar Will Durant, "(Ia) muncul dalam hipotesis dan berkembang ke keberhasilan" Auguste Comte (1798-1857) membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan tersebut di atas ke dalam tahap religius, metafisik dan positif.
Dalam tahapan pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah, sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Dalam tahap kedua orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi, dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan postulat metafisik tersebut. Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah: asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif .

Apakah sebenarnya yang ditelaah filsafat?
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pioner dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, dia pun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja tiap kurun waktu mempunyai masalah yang merupakan mode pada zaman itu. Filsafat yang sedang pop dewasa ini mungkin mengenai UFO dan apakah cuma satu-satunya "manusia" yang menghuni semesta ini. Bacalah buku Carl Sagan yang berjudul The Cosmic Connection sebagai hiburan di waktu senggang setelah membaca buku filsafat ini. Kini selaras dengan usaha peningkatan kemampuan penalaran maka filsafat ilmu menjadi "ngetop". Sepuluh tahun yang akan datang yang akan menjadi perhatian kemungkinan besar bukan lagi filsafat ilmu, melainkan filsafat moral yang akan dikaitkan dengan ilmu.
Seorang profesor yang penuh humor menghampiri permasalahan yang dikaji filsafat dengan sajak di bawah ini:
What is a man?
What is?
What?
Maksudnya adalah bahwa pada tahap yang mula sekali filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu: What is a man? Hallo, siapa kau? Tahap ini dapat dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani Kuno sampai sekarang, yang rupa-rupanya tak kunjung usai mempermasalahkan mahluk yang satu ini. Terkadang kurang disadari bahwa setiap ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial, mempunyai asumsi tertentu tentang manusia yang menjadi pelaku utama dalam kajian keilmuannya. Mungkin ada baiknya kita megambil contoh yang agak berdekatan dari ilmu ekonomi dan manajemen. Kedua ilmu ini mempunyai asumsi tentang manusia yang berbeda. Ilmu ekonomi mempunyai asumsi bahwa manusia adalah mahluk ekonomi yang bertujuan mencari kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan sebisa mungkin. Dia adalah mahluk hedonis yang serakah, atau dalam proposisi ilmiah: mendapat keuntungan sebesar- besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Sedang ilmu manajemen mempunyai asumsi lain tentang manusia sebab bidang telaah ilmu manajemen lain dari bidang telaah ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi menelaah hubungan manusia dengan benda/ jasa yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sedang manajemen bertujuan menelaah kerjasama antara sesama manusia dalam mencapai suatu tujuan yang disetujui bersama. Cocokkah asumsi bahwa manusia adalah Homo economicus bagi manajemen yang tujuannya menelaah kerjasama antar manusia? Apakah motif ekonomis yang mendorong seseorang untuk ikut menjadi sekarelawan memberantas kemiskinan dan kebodohan? Tentu saja tidak, bukan? Untuk itu manajemen mempunyai beberapa asumsi tentang manusia, tergantung dari perkembangan dan lingkungan masing-masing, seperti mahluk ekonomi, mahluk sosial dan mahluk aktualisasi diri. Mengkaji permasalahan manajemen dengan asumsi manusia dalam kegiatan ekonomi akan menyebabkan kekacauan dalam analisis yang bersifat akademik. Demikian pula mengkaji permasalahan ekonomi dengan asumsi manusia yang lain di luar mahluk ekonomi (katankanlah mahluk sosial seperti asumsi dalam manajemen), akan menjadikan ilmu ekonomi menjadi moral terapan, mundur sekian ratus tahun ke abad pertengahan. Sayang, bukan? The rught (assumption of) man on the right place, mungkin kalimat ini yang harus kita gantung di tiap pintu masing-masing disiplin keilmuan.
Tahap yang kedua adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada, tentang hidup dan eksistensi manusia. What is life anyway, man what is it? Bagaimana: manis atau pahit? Apakah hidup ini ada tujuannya ataukah absurd? Dan hidup sekedar acak dan berupa peluang: Nah, lu, dadu tiga: kau balak lima: kau si pandir goblok, kau IQ-mu 185! Itukah, kita percaya kepada suatu tujuan yang mulia: menjalin gejala fisik, merangkai fakta dunia?
"Barangkali terkandung suatu maksud", kata Broder Juniper dalam sastra klasik The Bridge of San Luis Pay yang termasyhur, ketika dua abad berselang jembatan yang paling indah di seluruh Peru itu ambruk dan melemparkan lima orang ke jurang yang dalam. "Adalah sangat sukar untuk mengetahui kehendak tuhan" kata dia, namun tidaklah berarti bahwa hal ini tidak akan pernah bisa kita ketahui, dan mengatakan bahwa Tuhan terhadap kita adalah bagaikan lalat yang dibunuh kanak-kanak pada suatu hari di musim panas.
"Ah, spekulasi macam begini hanya omong kosong percuma yang buang waktu saja", mungkin seorang ilmuwan berkata, "sama sekali tidak ada hubungannya dengan permasalahan keilmuan saya" (Dikiranya ilmu itu rumus-rumus, laboratorium, itu saja!). dan ketika laboratorium riset genetika menghasilkan penemuan yang menyangkut hari depan manusia apakah dia cuma akan mengangkat bahu. Mengapa ribut-ribut? Bikin saja semua manusia IQ-nya 250 secara masal. Habis perkara! (Ilmuwan macam begini bukan saja picik, tetapi juga berbahaya: dia tidak tahu ditidaktahunya). Namun pun jika kita ingin menggumuli permasalahan semacam itu; tentang genetika, social engineering, atau bayi tabung; maka asasnya belum terdapat dalam lingkup teori-teori keilmuan. Kita harus berpaling kepada filsafat, memilih-milih landasan moral, apakah sesuatu kegiatan kailmuan secara etis dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Tahap yang ketiga, skenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah tingkat "tinggi". Dalam pertemuan itu seorang ilmuwan berbicara panjang lebar tentang suatu penemuan dalam risetnya. Setelah berjam- jam dia berbicara maka dia pun menyeka keringatnya dan bertanya: "Adakah kiranya yang belum jelas?" seorang hadirin bangkit dan seperti seorang yang pekak memasang kedua belah tangan di samping kupingnya: seraya katanya "apa?" (Rupanya sejak tadi dia tidak mendengar apa-apa).
Memang, orang itu sejak tadi "tidak mendengar apa-apa", sebab "ia tidak tertarik untuk mendengarkan apa-apa" sebab "tidak ada apa-apa yang berharga untuk didengarnya". Orang nyentrik itu baru mau dengar pendapat yang bersifat ilmiah bila pendapat itu dikemukakan lewat acara/proses/prosedur ilmiah. Biarpun seorang pembicara mengutip pendapat sekian pemenang hadiah nobel dan mengemukakan sekian fakta yang aktual, namun jika bagi dia tidak jelas yang mana masalah, yang mana hipotesis, yang mana kerangka pemikiran, yang mana kesimpulan, yang keseluruhannya terkait dan tersusun dalam penalaran ilmiah, bagi dia semua itu sekedar GIGO (maksudnya masuk lewat telingan kiri G dan keluar dari telingan kanan juga G). Tugas utama filsafat, kata Wittgenstein, bukanlah menghasilkan sesuatu pernyataan filsafat, malainkan menyatakan sebuah pernyataan sejelas mungkin dengan demikian maka epistemologi dan bahasa merupakan gumulan utama para filsuf dalam tahap ini. Bahasa termasuk matematika yang secara filsafati bukan merupakan ilmu, melainkan suatu bahasa nonverbal yang merupakan pokok pengkajian filsafat abad keduapuluh ini.
Institut teknologi yang termasyhur di dunia, yakni Massachussets Institute of Technology (MIT), mempunyai departemen linguistik yang sangat bagus. Sekiranya masih ada ahli teknologi yang memandang rendah bahasa, maka orang itu telah sangat ketinggalan zaman. Semoga ilmuwan ini tidak ketemu dengan orang pekak yang sangat menjengkelkan
itu, yang tanpa timbang rasa melemparkan segerobak pendapat kita ke tempat pembuangan sampah.
"Masalah utama dengan disertasi saudara," kata seorang penguji kepada seorang promovedus," ialah bahwa saudara berlaku sebagai seorang pemborong bahan bangunan dan bukan sebagai arsitek yang membangun rumah. Memang batanya banyak sekali, bertumpuk di sana sini, namun tidak merupakan dinding; kayunya numpuk sekian meter kubik namun tidak merupakan atap. Sebagai ilmuwan saudara harus membangun kerangka dengan bahan-bahan tersebut, kerangka pemikiran yang asli dan meyakinkan, disemen oleh penalaran dan pembuktian yang tidak meragukan         "
"Ah, daripada disebut pemborong bahan bangunan, labih baik capai sedikit belajar lagi", bisik seorang peneliti yang sedang mempersiapkan disertasinya. Memang, lebih baik mengasah parang, daripada sekian ratus halaman dari disertasi kita dibuang orang. (Maaf, parang itu maksudnya untuk memberantas ilalang, bukan menebas orang!).
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat pada pokoknya mencakup tiga segi, yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (epistemologi), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat ini kemudian bertambah dua lagi yakni, pertama, teori tentang ada: tentang hakekat keberadaan zat, tentang hakekat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika; dan, kedua politik: yakni kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik, di antaranya filsafat ilmu. Cabang-cabang filsafat yang sekarang dikenal sebagai bidang yang mempunyai kajian formal pada pokoknya terdiri dari:
(1)              Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
(2)              Etika (Filsafat Moral)
(3)              Estetika (Filsafat Seni)
(4)              Metafisika
(5)              Politik (Filsafat Pemerintahan)
(6)              Filsafat Agama
(7)              Filsafat Pendidikan
(8)              Filsafat Ilmu
(9)              Filsafat Hukum
(10)           Filsafat Sejarah
(11)           Filsafat Matematika

Jumat, 09 Oktober 2015

Sejarah Filsafat 1

Sejarah Filsafat 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam istilah bahasa Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari kata Yunani yaitu “philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan. Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta kearifan.
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun. Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Metode filsafat adalah metode bertanya.Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Sedangkan Objek materinya adalah semua yang ada.
Karena filsafat bukanlah suatu disiplin ilmu maka sesuai dengan definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat tidak akan pernah habis untuk dibahas. Dalam perkembangannya, filsafat berkembang melalui beberapa zaman yaitu diawali dari Zaman Yunani Kuno, Zaman kegelapan (Abad 12-13 M), Zaman Pencerahan (14-15 M), Zaman awal Modern dan Modern (Abad 16-18 M), dan Zaman Pos Modern (Abad 18-19) hingga saat ini. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sejarah dan perkembangan filsafat dari Zaman Yunani Kuno hingga saat ini.

A.       Rumusan Masalah
1.      Bagimana perkembangan sejarah filsafat?
2.      Sebutkan periodisasi sejarah filsafat?
3.      Apa  saja ciri dari sejarah filsafat setiap zaman?
4.      Siapa saja tokoh sejarah filsafat pada setiap zaman?
5.      Apa saja teori sejarah filsafat yang ada pada setiap zaman?


B.        Tujuan
  1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan sejarah filsafat.
  2. Untuk mengetahui periodisasi/pembagian waktu daam sejarah filsafat.
  3. Untuk mengetahui ciri sari sejarah filsafat pada setiap zaman.
  4. Untuk mengetahui siapa saja tokoh sejarah filsafat pada setiap zaman.
  5. Untuk mengetahui teori-teori sejarah filsafat yang ada pada setiap zaman.
   
BAB II
PEMBAHASAN

  A.   Zaman Yunani Kuno
Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia.Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam.Pada saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Pada periode ini munculah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam  yaitu Thales (624-546 SM). Pada masa itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.
Sedangkan Heraklitos berpendapat bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi .Ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada dan mengubah sesuatu tersebut menjadi abu atau asap. Sehingga Heracllitos menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Selain Heraclitos ada pula Permenides. Permenides lahir di kota Elea. Ia merupakan ahli filsuf yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada. Menurut pendapat Permenides apa yang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat hilang menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada sehingga tidak dapat dipikirkan.Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan. Dengan demikian, yang ada itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat di bagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
Zaman keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).

B. Zaman Abad Pertengahan
Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu pengetahuan.Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama.Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.
Periode Abad Pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya.Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan oleh Nabi Isa a.s. pada permulaan Abad Masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan keagamaan.
Pada zaman ini kebesaran kerajaan Romawi runtuh, begitu pula dengan peradaban yang didasakan oleh logika ditutup oleh gereja dan digantikan dengan logika keagamaan.Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal.Mereka belum mengenal adanya wahyu.Pada zaman itu akademia Plato di Athena ditutup meskipun ajaran-ajaran Aristoteles tetap dapat dikenal.Para filosof nyaris begitu saja menyatakan bahwa Agama Kristen adalah benar.
Filsafat pada zaman Abad Pertengahan mengalami dua periode, yaitu: Periode Patristik, berasal dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, ialah ahli-ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen.
 Periode ini mengalami dua tahap:
1) Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani, maka agama Kristen memantapkan diri.Keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma.
2) Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa patristik.Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan.
Periode Skolastik, berlangsung dari tahun 800-1500 M. Periode ini dibagi menjadi tiga tahap:
1) Periode skolastik awal (abad ke-9-12), ditandai oleh pembentukan rnetode-metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang Universalia.
2) Periode puncak perkembangan skolastik (abad ke-13), ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Puncak perkembangan pada Thomas Aquinas.
3) Periode skolastik akhir (abad ke-14-15), ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah nominalisme, ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Pengertian umum hanya momen yang tidak mempunyai nilai-nilai kebenaran yang objektif.

C. ZamanAbad Modern
Periode Filsafat Modern dibagi kedalam beberapa sub periode, yaitu:

A. Filsafat abad 15 M (Renaissance).
Filsafat modern dimulai dengan adanya renaissance yang muncul pada sekitar abad ke-15 Masehi. Kata “renaissance” berasal dari bahasa Prancis yang berarti "kelahiran kembali". Maksud dari kelahiran kembali ini adalah karena adanya kerinduan akan pemikiran filsafat zaman Yunani klasik yang bebas tanpa adanya dogma-dogma yang mengikat sehingga para filsuf abad ini mencoba untuk membangkitkan kembali pemikiran pemikiran filsafat yang radikal.
 Renaissance ditandai oleh kelahiran kembalidi berbagai ilmu, seperti ilmu sastra,kesenian, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan alam berkembang pesat berdasarkan metode eksperimental. Pada zaman renaissance manusia disebut sebagai animal rationale, karena padamasa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan (progress) atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan ilahi. Imu pengetahuan yang mengalami perkembangan yang pesat pada masa ini adalah astronomi. Beberapa tokoh yang terkemuka pada masa ini adalah :
1. Copernicus (1473 - 1543)
Copernicus memberikan pendapat yang luar biasa di masa itu.Ia mengatakan bahwa bumi dan semua planet mengelilingi matahari dimana matahari merupakan pusatnya (Heliosentrisme). Pendapat ini berlawanan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hipparchus dan Ptolomeus yang menyatakan bahwa bumilah yang menjadi pusatnya (geosentrisme).

2. Tycho Brahe (1546 - 1601)
Pada tahun 1572 Brahe mengamati munculnya bintang baru digugusan Cassiopeia, yaitu bintang yang cemerlang selama 16 bulan sebelum tidak terlihat lagi. Bintang itu dinamakan Supernova, yang sangat tergantung dari besarnya dan massanya. Penemuan ini mematahkan pandangan yang dianut pada masa itu yang mengatakan bahwa angkasa itu tidak akan berubah sepanjang masa.

3. Johannes Keppeler (1571 - 1630)
Johannes Keppeler merupakan seorang ahli matematika yang menjadi asisten Tycho Brahe.Ia melanjukan penelitian Tycho Brahe tentang gerak benda-benda angkasa. Ia mengemukakan tiga buah hukum dalam astronomi.

4. Galileo Galilei (1546 - 1642)
Galileo Galilei membuat sebuah teropong bintang yang terbesar pada masa itu dan mengamati beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Ia melihat bahwa planet Venus dan Merkurius menunjukan perubahan-perubahan seperti halnya bulan, sehingga ia menyimpulkan bahwa planet-planet tidaklah memancarkan cahaya sendiri, melainkan hanya memantulkan cahaya dari matahari.

B. Filsafat Abad 17 M
Pada sekitar abad ke-17 M, muncultiga aliran besar filsafat, yaitu : rasionalisme,empirisme, dan idealisme.
1. Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan satu-satunya adalah rasio atau akal. Beberapa tokoh aliran rasionalisme yang terkenal adalah Blaise Pascal, Baruch Spinoza, G.W. Leibnitz, Christian Wolff, dan Rene Descartes (1596 - 1650). Rene Descartes dijuluki sebagai Bapak Filsafat Modern. Ungkapannya yang terkenal adalah "Co ErgoSum" (Aku berpikir maka aku ada).
2. Empirisme
Empirisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa sumber pengetahuan yang benar adalah pengalaman (lewat indra). Tokoh aliran ini yang terkenal adalah Thomas Hobbes, dan John Locke yang keduanya berasal dari inggris.
C. Filsafat Abad 18 M (Enlightment /Aufklaerung)
Kata "Enlightment" berasal dari bahasa Inggris dan diartikan sebagai pencerahan. Masa ini dinamakan Enlightment karena pada masa ini manusia mencari cahaya baru dalam rasionya. Ciri utama dari masa enlightment atau aufklaerung adalah perkembangan pesat ilmu pengetahuan seperti fisika. Ilmuwan besar dan tertekenal pada masa ini adalah Isaac Newton. Karena rasio mendapat tempat terhormat dan menjadi pusat perhatian, maka orang mulai meragukan wahyu dan otoritas.
D. Filsafat Abad 19
Pada abad ke-19 muncul aliran-aliran besar seperti : idealisme Jerman, positivisme,dan materialisme.
1. Idealisme Jerman
Idealisme Jerman adalah aliran yang mempunyai pandangan bahwa tidak ada realitas obyektif dari dirinya sendiri. Realitas seluruhnya, menurut aliran ini, bersifat subyektif. Seluruh realitas merupakan hasil aktivitas. Subyek Absolut (yang dalam agama dinamakan Allah). Jadi, menurut idealisme rasio atau roh (idea) mengendalikan realitas seluruhnya.
Tokoh yang terkenal adalahtiga filsuf asal Jermal yakni J.G. Fichte(1762-1814), F.W.J. Schelling(1775-1854) dan G.W.F. Hegel(1770-1831).Dan filsuf paling pentingdi antara ketiganya adalah Hegel.
2. Positivisme
Aliran positivisme berpendapat bahwa manusia tidak pernah lebih dari fakta-fata dan manusia tidak penah mengetahui dibalik fakta. Aliran positivisme berpendapat bahwa tugas ilmu pengetahuan dan filsafat adalah menyelidiki fakta-fakta, bukan menyelidiki sebab-sebab terdalam realitas. Dengan demikian, positivism menolak metafisika.
Tokoh yang terkenal danberperan penting dalam aliran iniadalah Aguste Comte (1798 - 1857),John Stuart Mill (1806 - 1873) danHerbert Spencer (1820 - 1903).
3. Materialisme
Aliran yang berpandangan bahwa seluruh realitas terdiri dari materi. Artinya, tiap benda atau peristiwa dapat dijabarkan kepada materi atau salah satu proses materiil. Sepanjang abad ke-19, aliran materialisme merupakan aliran yang sangat bengaruh, bahkan sampai sekarang. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap idealism jerman.
Tokoh yang terkenal pada aliran ini adalah Ludwig Feuerbach (1804 - 1872), Karl Marx (1818 - 1883), dan Friedrich Engels (1820 - 1895). Materialisme dialektis berpandangan bahwa perubahan kuantitas dapat mengakibatkan perubahan kualitas.

D. Zaman Kontemporer
Zaman Kontemporer dimulai pada abad ke 20 hingga sekarang. Filsafat Barat kontemporer memiliki sifat yang sangat heterogen. Hal ini disebabkan karena profesionalisme yang semakin besar. Sebagian besar filsuf adalah spesialis dibidang khusus, seperti matematika, fisika,sosiologi, dan ekonomi.
Aliran-aliran terpenting yang berkembang dan berpengaruh pada abad 20 adalah pragmatisme, vitalisme, fenomenologi, eksistensialisme, filsafat analitis, strukturalisme, postmodernisme, dan semiotika.

PRAGMATISME
Aliran ini sangat terkenal di Amerika Serikat. Pragmatisme mengajarkan bahwa sesuatu hal yang benar adalah sesuatu yang akibatnya bermanfaat secara praktis. Jadi, pragmatisme memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran.
Tokoh yang terpenting dalam aliran ini adalah William James (1842-1910). Pragmatisme pertama kali diumumkan dalam sebuah kuliah di Berkeley pada tahun 1898, berjudul“Philosophical Conceptions and PracticalResults”.

VITALISME
Vitalisme berpandangan bahwa kegiatan organisme hidup digerakkan oleh daya atau prinsip vital yang berbeda dengan daya-daya fisik. Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap perkembangan ilmu teknologi serta industrialisme, di mana segala sesuatu dapat dianalisa secara matematis.
Tokoh terpenting dalam vitalisme adalah Henri Bergson (1859-1941). Ia adalah salah satu filsuf yang paling terkenal dan berpengaruh di Perancis pada akhir abad 19 – awal abad 20. Deleuze menyadari bahwa kontribusi terbesar Bergson bagi pemikiran filsafat adalah konsep keanekaragaman. Filsafat Bergson merupakan dualistik: dunia mengandung dua kecenderungan yang berlawanan: gaya hidup (Elan vital) dan perlawanan dari dunia materi terhadap gaya.

FENOMENOLOGI
Fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri. Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl .
Edmund Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran fenomenologi yang telah mempengaruhi pemikiran filsafat abad 20 secara mendalam. Baginya, fenomena adalah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas sendiri yang tampak bagi subjek.
EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Istilah eksistensialisme tidak menunjukan suatu sistem filsafat secara khusus. Tokoh yang penting dalam filsafat eksistensialisme adalah Martin Heidegger dan Jean-Paul Sartre.

FILSAFAT ANALITIS
Filsafat analitis atau filsafat bahasa merupakan reaksi terhadap idealisme, khususnya Neohegelianisme. Para penganutnya menyibukkan diri dengan menganalisa bahasa dan konsep-konsep. Aliran ini muncul di Inggris dan Amerika Serikat sekitar tahun 1950. Tokoh penting dalam filsafat ini adalah Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein (1889-1951),Gilbert Ryle, dan John Langshaw Austin.

STRUKTURALISME
Strukturialisme muncul di Prancis pada tahun 1960, dan dikenal pula dalam linguistik, psikiatri, dan sosiologi. Strukturalisme pada dasarnya menegaskan bahwa masyarakat dan kebudayaan memiliki struktur yang sama dan tetap.
Tokoh – tokoh yang memiliki peranan penting dalam filsafat strukturialisme adalah Levi Strauss, Jacques Lacan, dan Michel Foucault.

SEMIOTIKA
Semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan. Seorang ahli semiotika seperti Barthes dalam awal pemikirannya melihat kehidupan sosial dan kultural dalam kerangka penandaan. Melalui pendekatan semiotika yang didasarkan atas kerangka linguistik Saussurean, kehidupan sosial menjadi pertarungan demi prestige dan status; atau bisa juga ia menjadi tanda pertarungan ini. Semiotika juga mempelajari bagaimana tanda melakukan penandaan.

POSTMODERNISME
Postmodernisme, sangat popular pada penghujung abad ke-20 dan merambah ke berbagai bidang dan disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap modernisme dengan segala dampaknya.
Modernisme dimulai oleh Rene Descrates. Modernisme mempunyai gambaran dunia sendiri yang ternyata membawa berbagai dampak buruk, yakni objektifikasi alam secara berlebihan dan pengurasan semena – mena yang berakibat kepada krisis ekologi, militerisme, kebangkitan kembali tribalisme, dan manusia cenderung menjadi objek karena pandangan modern yang objektivistis dan positivistis.
Ciri terpenting dalam postmodernisme adalah relativisme dan mengakui pluralitas. Menurut para postmodernis, tidak ada suatu norma yang berlaku umum. Setiap bagian memiliki keunikan tersendiri sehingga tidak dapat menerima pemaksaan penyeragaman.
Tokoh yang dianggap memperkenalkan postmodernisme adalah Francois Lyotard, lewat bukunya, “The Postmodern Condition: A Reporton Knowledge.” pun semakin meningkat.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ditinjau dari sudut sejarah, filsafat Barat memiliki empat periodisasi.Periodisasi inididasarkan atas corak pemikiran yang dominan pada waktu itu.
Pertama, adalah zaman Yunani Kuno, ciri yang menonjol dari filsafat Yunani kuno adalah ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan asal mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya gejala-gejala. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal usul alam semesta dan jagad raya, sehingga ciri pemikiran filsafat pada zaman inidisebut kosmosentris.
Kedua, adalah zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran filsafat pada zaman ini di sebut teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani, akibatnya perkembangan alam pemikiran Eropa pada abad pertengahan sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama, sehingga pemikiran filsafat terlalu seragam bahkan dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran filsafat sebenarnya.
Ketiga, adalah zaman Abad Modern, para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut.
 Keempat, adalah abad Kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris, artinya teks menjadi tema sentral dikursus filsafat.



DAFTAR PUSTAKA


riskypuspita.blogspot.com/2012/10/filsafat-zaman-kontemporer.html?m=1